Dugaan adanya pungutan untuk masuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Batam mencuat lagi. Elida (38) melapor hal tersebut ke Polresta Barelang atas dugaan penipuan yang dialaminya.
Awalnya, atas saran suami, Elida mendaftar Satpol PP Batam melalui perantara seorang guru sebuah SMP di Batam bernama Jalius. Ia kemudian dimintai uang administrasi Rp 33 juta.
Namun, sudah tujuh bulan lamanya ia menunggu, tidak ada juga panggilan.
Akhirnya, Elida dan Hasrat, sang suami, melaporkan kasus ini ke polisi. Hasrat merasa dibohongi oleh Jalius.
Hasrat melaporkan Jalius ke [next] Polresta Barelang, Rabu 17 Februari 2016 dengan Nomor LP-B/239/II/2016/Kepri/SPK-Polresta Barelang yang ditandatangani oleh Brigadir Polisi Harianto.
"Saya tertipu. Saya kira Pak Jalius seorang guru baik. Ternyata melenceng. Makanya saya nggak senang. Makanya saya lapor ke polisi. Saya merasa ditipu," ujar Hasrat dengan suara lirih, Rabu (24/2) pagi.
Hasrat mengutarakan, bukan hanya sejumlah duit itu yang mengganjal pikiraanya saat ini.
Tapi uang yang deserahkan kepada Jalius itu berasal dari pinjaman sebuah bank dengan cara mgngadaikan sertifikat rumah milik mereka.
Harapannya, setelah istrinya bekerja dan [next] dapat gaji, maka pinjaman bank itu bisa dicicilnya.
"Makanya saya pusing sekarang ini. Saya harus pikir bayar cicilan bank Rp 3 jutaan per bulan. Saya gadaikan sertifikat rumah saya hanya uang untuk administrasi memasukkan istri saya kerja," ucap Hasrat.
Bahkan lelaki ini mengatakan, yang tertipu bukan hanya dirinya, tetapi banyak orang lain.
Jalius sendiri membenarkan jika dia menjembatani memasukkan Elida menjadi personel Satpol PP Kota Batam. Ia tidak melakukan penipuan, tetapi menyerahkan biaya administrasi itu kepadaSatpol PP melalui seorang pria bernama Samsudin.
Pria ini, menurut Jalius, adalah [next] seorang ASN di kantor tersebut. Bahkan, penyetoran uang itu dilengkapi dengan bukti kuitansi bermaterai.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Kantor Satpol PP Kota Batam Hendri, mengaku tak tahu-menahu soal masalah itu. Lagi pula, versi Hendri, tidak ada pungutan di instansinya ketika perekrutan menjadi anggota Satpol PP.
Menurut penelusuran Tribun Batam dari beberapa sumber, setidaknya ada belasan kopian kuitansi uang administrasi masuk anggota Satpol PP.
Di dalam kuitansi bermeterai Rp 6.000 itu, nilai uangnya bervariasi, termasuk penerimaan dari Hasrat yang tercatat Rp 33 juta yang diserahkan Jalius.
Bahkan, di tangan Jalius sendiri ada beberapa [next] kuitansi pembayaran. Salah satunya tertanggal 28 Maret 2015. Di dalam isi kuitansi yang diterima dari Jalius berisikan tulisan "uang sejumlah lima belas juta rupiah" untuk pengurusan surat-surat kerja Satpol PP atas nama MIS. Ada lagi yang nilainya Rp 10 juta.
Namun Hendri membantah semua itu. Katanya, untuk masuk instansinya tak butuh uang. "Saya nggak tahu-menahu soal itu. lagian kan bukan tanda tangan saya di kuitansi itu," bantah Hendri.(1)
Menurut sumber, korban rekrutmen Satpol PP ini ini juga terkait dengan masalah penggajian 800 orang pegawai honorer Satpol PP yang gagal dikucurkan, tahun lalu, karena tidak dalam mata anggaran.
Akhirnya, sebagian besar mereka dirumahkan. Namun, hingga sejauh ini, hanya Hasrat dan istrinya yang melapor.
Masalah semakin runyam karena Menteri Dalam Negeri mengeluarkan edaran bahwa Satpol PP harus pegawai negeri sipil (PNS) dan tidak ada pegawai honorer. Tenaga honorer hanya boleh untuk Hansip dan Linmas. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar