Tribunnews.com/Eri Komar Sinaga Hartoyo. |
Awalnya, Hartoyo sama sekali tidak mempersoalkannya.
Karena berada di pelosok kampung di Provinsi Sumatera Utara, Hartoyo saat itu justru percaya diri menjawab pacarnya adalah laki-laki.
Masyarakat di kampungnya juga tidak mempersoalkannya karena Hartoyo masih kecil.
Hartoyo mulai terguncang ketika mulai bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Hartoyo mendapat pelajaran agama Islam yang menegaskan bahwa kaum penyuka sesama jenis atau homoseksualitas adalah dosa dan akan dilaknat.
Hartoyo menjadi pemurung menemukan dirinya adalah seorang pendosa dalam konteks agama.
[next]
"Oh ternyata nggak boleh ya. Itu dari SMP sampai kuliah saya galau. Saya mengalami gangguan. Saya stres, saya mau bunuh diri, saya nggak tahu mau ngomong sama siapa," kata Hartoyo saat mengobrol dengan Tribun di Cikini, Jakarta, Sabtu (20/2/2016).
Hartoyo memang sadar, sedikit saja mulutnya berbicara mengenai orientasi seksualnya, dia akan menemukan masalah besar.
Hartoyo akan diejek dan menjadi bahan olok di sekitarnya.
"Teman saya bisa ekspresi 'saya suka sama cewek itu'. Saya nggak mungkin dong bilang 'saya suka sama anda terus saya cerita sama orang'. Mau nggak saya diketawain? itu tekanan," kisah pria asal Binjai itu.
Merasa berbeda dan sendiri, Hartoyo berubah menjadi remaja pemurung.
Hartoyo memilih untuk membatasi ruang gerak dan pergaulan demi menutupi identitas diri.
Dalam hati, Hartoyo mulai ciut dan akhirnya memilih untuk diam
[next]
"Saya nggak mau aktif di OSIS karena saya merasa berbeda. Saya hanya bisa berkembang di lingkungan kecil saya. Di luar itu saya nggak mau karena saya nggak mau identigas saya muncul," ungkap dia.
Hidup Hartoyo mulai berubah sekitar tahun 2005. Waktu itu, Hartoyo mulai mendapatkan akses informasi dan pengetahuan terkait seksuliatas dan gender dari berbagai gerakan perempuan.
Hati Hartoyo yang sempat meredup mulai cerah ketika dia menemukan tulisan-tulisan cendekiawan Islam, Ulil Abshar Abdala.
Tulisan Ulil memang terkenal mendukung kelompok Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) dan antidiskriminasi.
Pengetahuan Hartoyo semakin tercerahkan karena di Islam sendiri ternyata pertentangan tafsir dalam Islam juga banyak.
Singkat cerita, Hartoyo menarik sebuah kesimpulan tafsir terkait segala sesuatu termasuk orientasi seksual erat kaitannya dengan kekuasaan.
"Tulisan Mas Ulil itu itu bagai kotak pandora bagi saya. Akhirnya saya berpendapat tafsir itu siapa yang berkuasa," kata dia
[next]
Kini, Hartoyo tidak lagi menutup identitas dirinya. Dia terlibat dalam sebuah organisasi yang aktif memberikan pemahaman terkait LGBT.
Hartoyo bahkan menemukan dirinya adalah sosok istimewa yang dipilih Tuhan untuk berjihad mengabarkan dan menyadarkan masyarakat.
"Saya justru saya merasa Tuhan ciptakan saya untuk memperbaiki kehidupan manusia. Mungkin kalau enggak ada saya yang membuka, yang menjelaskan, diskriminasi tetap ada. Jadi saya merasa terpilih oleh Tuhan. Saya menjelaskan kepada masyarakat bahwaLGBT itu bukan sesuatu yang salah, bukan penyakit. Saya bangga dengan diri saya sendiri," tukas Hartoyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar